risingtideproject.org – Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Colorado Boulder telah mengungkapkan bahwa mengonsumsi makanan cepat saji sebagai cara mengatasi stres dapat memiliki efek yang kontraproduktif. Studi ini menyoroti bagaimana pola makan tinggi lemak tidak hanya berdampak pada penambahan berat badan tetapi juga dapat mengacaukan mikrobiota usus, mengubah perilaku, dan mempengaruhi keseimbangan neurokimia otak yang berhubungan dengan kecemasan.
Metodologi Penelitian
Dalam studi yang dipublikasikan di Neuroscience News pada tanggal 20 Juni 2024, tikus remaja dibagi menjadi dua grup. Grup pertama diberikan diet standar dengan kandungan lemak sekitar 11% selama sembilan minggu, sementara grup kedua mengonsumsi diet tinggi lemak sebesar 45%. Untuk konteks, pola makan rata-rata di Amerika mengandung sekitar 36% lemak.
Temuan Penelitian
Peneliti mengumpulkan sampel feses dan menilai mikrobioma usus dari subjek hewan. Setelah periode sembilan minggu, hewan-hewan tersebut menjalani tes perilaku. Hasilnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan grup kontrol, tikus yang diberi diet tinggi lemak menunjukkan penambahan berat badan yang signifikan dan variasi bakteri usus yang lebih rendah. Keragaman bakteri yang lebih tinggi umumnya dikaitkan dengan kesehatan yang lebih baik.
Kelompok diet tinggi lemak memiliki proporsi bakteri Firmicutes yang lebih tinggi dan Bacteroidetes yang lebih rendah. Rasio yang lebih tinggi dari Firmicutes terhadap Bacteroidetes telah dikaitkan dengan diet industri dan obesitas.
Implikasi Neurologis
Studi ini juga menemukan bahwa kelompok diet tinggi lemak menunjukkan peningkatan ekspresi dari tiga gen (tph2, htr1a, dan slc6a4) yang berkaitan dengan produksi dan sinyal neurotransmitter serotonin, khususnya di wilayah otak yang dikenal sebagai dorsal raphe nucleus cDRD, yang berkaitan dengan stres dan kecemasan. Meskipun serotonin sering dijuluki sebagai ‘bahan kimia otak yang membawa perasaan nyaman,’ aktivasi tertentu dari neuron serotonin dapat memicu kecemasan.
Saran dari Peneliti
Profesor Christopher Lowry, penulis utama studi, menekankan bahwa tidak semua lemak itu buruk. Lemak sehat yang ditemukan dalam ikan, minyak zaitun, kacang-kacangan, dan biji-bijian dapat bersifat anti-inflamasi dan bermanfaat bagi otak. Namun, Lowry menyarankan untuk meningkatkan konsumsi buah-buahan, sayuran, dan makanan fermentasi serta mengurangi konsumsi makanan cepat saji sebagai langkah untuk menjaga kesehatan usus dan mental.
Penelitian ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana konsumsi makanan cepat saji dapat memperburuk kondisi kesehatan mental dan fisik, serta menyarankan pada pentingnya memilih jenis lemak yang dikonsumsi sebagai bagian dari diet sehari-hari.